Pergi
ke Bali, jika tidak ke pantai kuta sepertinya ada yang kurang. Yup, sangat
kurang bisa dikatakan seperti itu, pasalnya pantai kuta merupakan salah satu
objek wisata unggulan di pulau dewata. Lihat saja bagi Anda yang pernah ke
pantai ini, jarang sekali pantai ini terlihat sepi pengunjung.
Sepinya Pantai Kuta hanya dapat dirasakan jika Bali sedang ada Perayaan Nyepi dan itu pun
hanya dirayakan sekali dalam setahun. Selebihnya pantai kuta selalu didatangi
oleh wisatawan domestic dan mancanegara. Nah, yang menjadi pertanyaan sejak
kapan pantai kuta ini mulai ramai oleh para pengunjung dan bagaimana sejarah dari Pantai Kuta Bali?
Dulunya
Pelabuhan Dagang
Pantai
Kuta Bali sebelum menjadi objek wisata seperti yang kita kenal sekarang, awalnya
merupakan salah satu pelabuhan dagang di Pulau Bali yang menjadi pusat
pemasaran hasil-hasil bumi masyarakat pedalaman dengan para pembeli dari luar.
Dibukanya Pantai Kuta sebagai tempat berlabuh tak lepas dari peran Patih
Gajahmada.
Patih
Gajahmada dan pasukannya dari kerajaan Majapahit pada sekitar abad-14 berlabuh
di bagian selatan pantai kuta yang kini lebih di kenal dengan nama Tuban.
Lantaran daerah ini cocok untuk tempat
pelabuhan kapal, maka pelan-pelan kawasan ini berubah menjadi kota pelabuhan
kecil, dimana para warga pun menyebut kawasan ini dengan nama Pantai Perahu.
Pun pada abad ke-19, Mads Lange, seorang
pedagang asal Denmark, menetap dan mendirikan markas dagang di Pantai Kuta. Menurut Horst Henry Geerken, dalam Kesaksian Seorang Jerman di Indonesia
1963-1981, dari sini dia menjalankanperdagangan yang sukses dengan
pulau-pulau tetangga dan kapten –kapten kapal nelayan Eropa. Melalui
keterampilannya bernegosiasi, Mads Lange menjadi perantara perdagangan antara
raja-raja di Bali dengan Belanda. Selain urusan perdagangan, Mads Lange juga
melakukan upaya arbitrase antara Belanda dan kerajaan-kerajaan Bali untuk
menghindari konflik militer.
Pada
perkembangannya, Pantai Kuta Bali mulai kondang setelah Hugh Mahbett
menerbitkan buku berjudul Pujian untuk Kuta. Buku tersebut berisi ajakan kepada
masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas pariwisata demi menunjang
perkembangan kunjungan wisata ke Pantai Kuta. Melalui buku itu, wacana tentang
pengembangan fasilitas pariwisata kian marak, sehingga pembangunan penginapan,
restoran, maupun tempat-tempat hiburan makin meningkat.
Lambat
laut ketika modernisasi mulai melanda Pulau Dewata, dan atas saran dari beberapa
pelaku pariwisata di Bali. Mereka me-refrensikan Pantai Kuta sebagai pusat
pariwisata dari Bali. Hal ditandai dengan banyaknya
bangunan hotel dan lokasinya dekat dengan Bandara yang telah di pindah dari Kabupaten
Singaraja menuju Bali Selatan. Bangunan hotel di sana memiliki harga murah dan menyebabkan banyak wisatawan memilih untuk
tinggal di Pantai Kuta.
Pantai
Kuta Bali Angker
Namun
tahukah Anda jika Pantai Kuta dulunya sangat angker? angker karena banyak kuburan yang
terdapat di sepanjang Pantai Kuta. Penduduk lokal pun tak berani ke Pantai Kuta di
saat malam. Tahun 1965-an hingga tahun 1970-an, Pantai Kuta masih amat
sepi. Hanya ada satu dua wisatawan
asing yang ada di pantai dan itu bisa dihitung dengan jari.
Walaupun angker di tahun 1960 an, tak menghalangi para turis asing untuk berlaku bebas di pantai. Turis bisa bebas sebebasnya, bahkan bisa telanjang di pinggir
pantai. Zaman itu dapat dilihat banyak turis
telanjang di pinggiran pantai Kuta. Bahkan menurut Horst Henry Geerken, menjelang
akhir tahun 1960-an, Kuta menjadi tempat bertemunya kaum hippies dari
mancanegara, mariyuana, dan obat-obatan lain yang diual di setiap sudut.
Namun setelah tahun 1970-an, turis sudah tidak
bisa bebas lagi karena mulai ada larangan-larangan seperti tidak boleh
telanjang di pantai. Oleh karena adanya larangan-larangan, turis asing yang sudah
terlanjur biasa bebas di Pantai Kuta mulai bergeser ke Pantai Legian, Seminyak, Camplung
Tanduk, hingga ke Canggu untuk menyepi.
Di
pinggir pantai Kuta banyak tumbuh pohon kelapa, pohon kreket, pohon katang-katang,
padanggalak, dan pandan. Pohon katang-katang
berfungsi untuk menjaga pasir pantai agar tidak terbawa ombak saat
pasang. Waktu itu hotel di Kuta juga tidak terlalu banyak, hanya ada
penginapan-penginapan kecil milik
penduduk lokal. Di sepanjang Pantai Kuta
waktu itu masih terdapat perahu nelayan
yang ditambatkan.
Dalam
sejarahnya hampir seluruh pantai di Bali dulunya adalah tempat pendaratan
penyu. Seiring dengan perjalanan sang waktu, kini hanya tertinggal beberapa
tempat saja yang dikunjungi penyu untuk bertelur, dan salah satunya adalah
Pantai
Kuta. Kini Pantai Kuta bukan hanya ramai dikunjungi wisatawan namun juga
ramai dikunjungi penyu untuk bertelur. Hal ini sangat mengejutkan dengan
melihat kondisi Pantai Kuta yang kini telah sesak dengan banyaknya bangunan
hotel. Penyu yang mendarat di Pantai Kuta adalah jenis penyu lekang
(Lepidochelys olivacea). (berbagai sumber)