Bali
sabtu di awal mei 2013 ini panasnya bukan kepalang siang itu. Rasanya matahari
bersinar sangat terang sampai ubun-ubun kepala. Jarum kilometer motor
menunjukkan kecepatan tak lebih dari 80 Km/jam. Laju motor pun dikebut walau
tidaklah terlalu kencang. Maklum lah helm di kepala tak sanggup rasanya menahan
panasnya Bali.
Saat
itu melaju di Jalan utama yang menghubungkan titik-titik pusat wisata antara
Kuta, Legian, Nusa Dua, sampai ke Jimbaran dan Uluwatu. Di sekitar jalan utama
itu kata beberapa laman wisata dan petunjuk dari seorang teman ada tempat
wisata. Sepertinya asik jika mampir, alih-alih menemukan tempat berteduh yang
bisa menyejukkan panasnya kepala ini sambil meneguk minuman dingin.
Arah
motor pun langsung diarahkan tempat yang
bernama Kawasan Hutan Mangrove Bali. Letaknya cukup tersembunyi, sepertinya
tempat wisata ini kalah pamor dibanding tempat wisata glamor lainnya di Bali
seperti Pantai Kuta, Pantai Sanur, Legian dan yang lainnya. Perlahan masuk ke
dalam sejauh mata melihat, kanan kiri hanya ada pohon-pohon manggrove. Sampai
pintu gerbang dalam hati bertanya berapa ya kira-kira tiket masuknya, apakah
semahal tiket masuk Bali Zoo atau Museum Kerang?.
Eng
ing eng, ternyata tak satupun lembar rupiah keluar dari kantong alias gratis.
Memang terlihat ada pos penjagaan sebelum masuk ke halaman parkir, namun di
kaca pos itu terpampang wisata hutan
manggrove yang merupakan hasil kerjasama pemerintah dengan Japan International
Cooperation Agency sudah tutup terhitung Januari 2013.
Ehh kok tutup, tapi masih dibuka untuk para pengunjung yang ingin datang. Siang itu pengunjung hanya terlihat satu dua orang yang masuk ke manggrove dan itu pun rata-ratanya mereka yang berpasangan. Penasaran apa saja yang bisa dilihat di dalamnya, kaki pun perlahan melangkah di jembatan kayu. Yah, baru sedikit melangkah sudah dihadapkan pada tantangan yang sebenarnya tak perlu ada di depan mata. Jembatan kayunya rubuh! Sayangnya kerusakan itu tidak hanya nampak saat kita mulai meniti kayu karena di beberapa sisi, jembatan kayu itu sudah rusak, bolong di sana-sini. Jalan setapak yang terbuat dari kayu ulin sudah rapuh di banyak sisinya.
Ehh kok tutup, tapi masih dibuka untuk para pengunjung yang ingin datang. Siang itu pengunjung hanya terlihat satu dua orang yang masuk ke manggrove dan itu pun rata-ratanya mereka yang berpasangan. Penasaran apa saja yang bisa dilihat di dalamnya, kaki pun perlahan melangkah di jembatan kayu. Yah, baru sedikit melangkah sudah dihadapkan pada tantangan yang sebenarnya tak perlu ada di depan mata. Jembatan kayunya rubuh! Sayangnya kerusakan itu tidak hanya nampak saat kita mulai meniti kayu karena di beberapa sisi, jembatan kayu itu sudah rusak, bolong di sana-sini. Jalan setapak yang terbuat dari kayu ulin sudah rapuh di banyak sisinya.
Semakin
masuk ke dalam, kondisinya makin rusak.
Perjalanan meniti jembatan kayu pun dilakukan secara perlahan. Bukan
apa-apa secara apakah ada yang bisa menjamin kayu yang diinjak kaki ini tak
akan rubuh? Dan untungnya selama meniti
beberapa menit di sana tidak terjadi apa-apa. Hati ini deg-degan bercampur
dengan rimbunnya mangrove di sisi kanan kiri. Rindang memang berada di tengah-tengah. Hutan mangrove ini sering pula dimanfaatkan
sebagai lokasi foto pre wedding, seperti di siang itu terlihat ada calon
pengantin yang baru saja melakukan sesi pemotretan pre wedding di dalam hutan
manggrove.
Hutan
Mangrove Rusak Terlilit Kasus dan Sampah
Sangat
disayangkan melihat banyaknya kerusakan dan sampah di sekitar hutan manggrove
di Bali ini. Memang soal sampah bukan melulu sumbangsih dari para pengunjung
yang iseng membuang sampah sembarangan. Pasalnya posisi Hutan Mangrove Bali ini menjadi hilir sedikitnya 8 sungai,
membuat kawasan ini menjadi “tempat sampah” kiriman dari berbagai wilayah di
Bali. Posisinya pun tak jauh dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Suwung
yang berbatasan langsung dengan laut.
Hutan
mangrove mempunyai banyak fungsi dan manfaat sebagai penyangga kehidupan dan
kelestarian wilayah pantai, sebagai peredam gelombang dan angin, pelindung dari
abrasi, penahan intrusi air laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap
sedimen. Penghasil sejumlah besar detritus (hara) bagi plankton yang merupakan
sumber makanan utama biota laut dan yang lainnya. Selain itu Hutan mangrove
memiliki kemampuan menyimpan karbon berkali-kali lipat dibanding hutan tropis.
Sebuah penelitian tentang mangrove yang dilakukan oleh Duke Uiversity di
Amerika Serikat menyebutkan jika kehilangan hutan mangrove, dampak emisi yang
lepas ke udara jauh lebih parah dibanding menebang hutan.
Lantas
kenapa rusak dan seakan dibiarkan terbengkelai? sedikit menjadi hal yang wajar
wong pemprov Bali mengaku tak mampu mengelola wilayah ini lagi akibat
keterbatasan dana. lantas berupaya memuluskan izin kelola bagi investor yang berniat menanamkan modal lewat kawasan hutan
mangrove ini. Adalah PT. Tirta Rahmat Bahari, perusahaan swasta yang berhasil
mendapat izin pengelolaan hutan mangrove seluas 102,2 hektar di kawasan Tahura
Ngurah Rai. PT. Tirta Rahmat Bahari mendapat hak pengelolaan hutan selama 55
tahun. Syaratnya, perusahaan ini diwajibkan mengelola hutan dengan system
kolaborasi bersama pihak Pemerintah Provinsi Bali. Namun kerja sama dengan
pihak investor itu disinyalir dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan dan
melibatkan DPRD Bali yang mempunyai fungsi kontrol terhadap program-program
pemerintah.
Tentulah
DPRD Bali meradang, ditambah lagi Gubernur Pastika memberi izin di kawasan hutan mangrove Ngurah Rai seluas 102,22 hektar kepada PT Tirta Rahmat Bahari sebagai
pengelola. Di lokasi itu rencananya akan dibangun 75 penginapan, 8 rumah makan,
2 fasilitas spa, 5 kafe, 1 restoran, 5 kios, 2 kantor, 1 kolam renang dan 1 gedung
serba guna. Tak hanya DPRD saja yang meradang, Walhi BALI pun mengajukan
gugatan. Walhi Bali menganggap keluarnya izin pembangunan fasilitas wisata di
kawasan hutan mangrove Ngurah Rai bukti dari ketidakseriusan pemerintah untuk menjaga lahan konservasi.
Tahura menurut Walhi merupakan wilayah
konservasi yang selama ini menjadi hutan mangrove terbaik di Indonesia
Kendati
begitu, sang Gubernur seperti yang
diberitakan oleh majalah konstan akan mempelajari dan mengkaji terlebih dahulu
apa yang disampaikan dan disuarakan oleh para aktivis Walhi terkait hutan mangrove ini. Ia pun
mengharapkan agar masyarakat jangan langsung curiga begitu mendengar kata
investor. Pastika mengaku sudah beberapa
kali melakukan konsultasi dengan para ahli mangrove dan mereka mengatakan jika
sampah plastik terus dibiarkan mengelilingi mangrov maka cepat atau lambat
mangrove itu akan mati. (berbagai sumber)
sumber:
http://katakelana.wordpress.com/2013/06/14/manggrove-bali-riwayatmu-kini/
sumber:
http://katakelana.wordpress.com/2013/06/14/manggrove-bali-riwayatmu-kini/