Sebenarnya
pantai-pantai di Indonesia beberapanya mempunyai legenda yang cukup menarik juga,
terlebih lagi apabila legenda itu menceritakan cinta sepasang pria dan wanita seperti kisah cinta di Pantai Karang Nini.
Dengan segala macam lika liku romannya akhirnya cerita itu pun menjadi semacam
pemanis dari objek wisata tersebut, tentu terlepas dari benar atau tidaknya
kisah itu.
Pantai Petanahan yang terletak di Kebumen ternyata memiliki kisah
cinta yang cukup asik untuk disimak. Yah menurut cerita yang ada, pada sekitar
tahun 1601 yakni pada masa pemerintahan Mataram yang Rajanya Sutawijaya lahir
seorang gadis cantik dan jelita yang bernama Dewi Sulastri.
Segala rupa kecantikan bak seorang malaikat, Dewi Sulastri
memang tiada duanya, begitu pula dengan sifatnya yang selalu ramah terhadap
siapa pun. Tapi ada satu yang menganggu dirinya, yaitu darah kebangsawananny
yang bernama Lastri, panggilan akrab Sulastri. Hidupnya merasa terkekang dengan
adat yang terjadi di lingkungannya. Sebab, Lastri ini adalah anak dari seorang
Bupati Pucang Kembar, ayahnya tak lain adalah Bupati Citro Kusumo yang punya
nama di tengah masyarakat sana.
Yah, namanya juga zaman dulu jodoh bukan di tangan kita terkadang, tetapi di tangan orang tua, begitu pula dengan nasib Sulastri. Ayahnya mencalonkan dirinya dengan seorang pria yang bernama Joko Puring. Seorang Adipati di Bulupitu. Sayang, Sulastri merasa bukan siti nurbaya dan tak mau dijodohkan begiu saja dengan pria itu.
Nah,
suatu ketika muncullah seseorang yang bernama Raden Sujono yang hanya seorang anak
Demang dari Wonokusumo yang datang untuk menjadi seorang pembantu. Dag dig dug
lah hati Lastri saat melihatnya. Mungkin pikir Sulastri Raden Sujono adalah pria yang tepat untuknya,
dia pun melontarkan berbagai macam alasan supaya Raden Sujono diterima sebagai
abdi dalem di Pucang Kembar.
sumber footo:www.mengantibeach.blogspot.com |
Untungnya Bapak Lastri tidak tuli dan mendengar ucapan
anak gadisnya itu, tak pelak diterimalah Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang
Kembar. Padahal Joko Puring pernah sebelumnya mengajukan alasan pada Bapaknya Sulastri
agar menolak keinginan Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar.
Bak kisah sinetron masa kini, akhirnya terbentuklah
cinta segitiga antara Joko Puring dan Raden Sujono yang sama-sama mencintai Dewi
Sulastri. Namun siapa sangka, cinta
segitiga itu berbuah huru-hara di Kabupaten
Pucang Kembar. Tapi akhirya, Raden Sujono yang menjadi pemenang dan berhasil
mempersunting Ratu Ayu Kabupaten Pucang Kembar dan menggantikan Citro Kusumo
menjadi bupati di Kabupaten tersebut. Joko Puring tinggalah dia menjadi
seoarang pecundang.
Ehh, ternyata setelah kekalahannya pertama, Joko
Puring lantas tidak tinggal diam dan akan balas dendam di hari kemudian. Dia
menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan niatannya itu. Nah, setelah
terdengar suami Sulastri sedang menjalankan tugas memberantas berandal. Joko Puring pun turun aksi dan membawa lari Sulastri sampai ke Pantai
Karanggadung yang sekarang dikenal sebagai Pantai Petanahan.
Lantaran aksinya itu tercium oleh Raden Sujono, ia pun
mengejarnya dan terjadilah perkelahian atas nama cinta untuk kali keduanya, tapi
Sulastri akhirnya bisa direbut kembali oleh suaminya. Begitu perjuangan
mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, lantas kedua pengantin baru
ini beristirahat di bawah semak-semak pandan yang ada di Pantai Petanahan yang
indah tersebut. Apalagi keduanya sudah lama berpisah, tentu merupakan saat
terindah bagi Sulastri dan Raden Sujono.
Begitu keduanya cukup beristirahat dan memadu kasih,
segeralah keduanya meninggalkan pandan yang rimbun tersebut yang telah mengukir
cinta keduanya. namun sebelumnya, Raden Sujono konon ditemui oleh Ny Loro
Kidul. Maksudnya tempat yang telah digunakan oleh keduanya beristirahat ini
diminta menjadi tempat peristirahatan, atau pesanggrahan Ny. Loro Kidul.
Sejak itu pula, sepeninggalan Dewi Sulastri si mantan
Putri Citra Pucang Kembar, dengan leluasa tempat tersebut digunakan oleh Ny.
Loro Kidul. Sejak itu pula, tempat tersebut dimanfaatkan orang untuk semedi dan
mengheningkan cipta. (berbagai sumber)