Ada satu
kesamaan kenapa jembatan-jembatan di bawah ini dikatakan sebagai jembatan
merah, ya jembatan merah ini ternyata tidak hanya ada di kota pahlawan saja
tetapi juga berada di wilayah lain Indonesia, misalnya di Bogor, Balikpapan,
dan Kerinci walaupun tidak merah warnanya tapi masyrakat sekitar menyebutnya
sebagai jembatan merah
Merahnya sebutan bagi
jembatan-jembatan itu karena sejarahnya yang kelam. Pasalnya, di jembatan itu
dulunya pernah terjadi peristiwa pertumpahan darah antara pejuang Indonesia
melawan penjajah di zaman revolusi fisik. Nah, dari saking banyaknya darah para pejuang dan lawannya yang tumpah di
jembatan itu, maka jembatan itu pun dinamakan Jembatan Merah.
Yang pertama seperti yang kita
ketahui adalah Jembatan
Merah di Surabaya. Jembatan yang melintasi sungai Kalimas ini
sungguh melegenda dan sepertinya tak ada satu pun orang Surabaya yang tidak
mengenal jembatan ini. Dibangun
beratus-ratus tahun yang lalu, awalnya jembatan adalah jembatan kayu dan dibuat
karena kesepakatan Pakubowono II dari Mataram dengan VOC tahun 11 November 1743. Dalam perjanjian disebutkan
bahwa beberapa daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan ke VOC,
termasuk Surabaya yang berada di bawah kolonialisme Belanda.
sumber foto: www.akumassa.org |
Sejak saat itu daerah Jembatan Merah
menjadi kawasan komersial dan menjadi jalan vital yang menghubungkan Kalimas
dan Gedung Residensi Surabaya. Dengan kata lain, Jembatan Merah merupakan
fasilitator yang sangat penting pada era itu.
Tak heran jika gedung keresidenan Surabaya saat itu dibangun tepat di
ujung barat jembatan, agar pemerintah bisa langsung mengawasi kebersihan,
keamanan dan ketertiban di sekitarnya.
Dalam perkembangannya, Jembatan Merah ini
berubah secara fisik sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatas diubah dari
kayu menjadi besi. Saat ini, kondisi jembatan yang menghubungkan jalan Rajawali
dan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya ini hampir sama seperti jembatan
lainnya, dengan warna merah tertentu.
Nah,
kenapa dimakan jembatan merah? Ya karena dilokasi tersebut pernah terjadi pertumpahan darah antara pejuang dengan penjajah. Di tempat ini
juga Brigadir A.W.S Mallaby, pemimpin angkatan bersenjata Inggris yang telah
menguasai Gedung Internationale Crediet en Verening Rotterdam atau Internatio
tewas terbunuh di tangan arek-arek Suroboyo. Jembatan Merah ini pun menjadi
saksi bisu betapa gigih dan beraninya arek-arek Suroboyo dalam perang 10
November Surabaya melawan tentara Sekutu dan NICA-Belanda yang hendak menguasai
kembali Surabaya.
Kedua
ada Jembatan Merah di Balikpapan, masih di zaman perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1945-1947,
Jembatan Merah ini juga menjadi saksi bisu pertempuran para pejuang Balikpapan.
Saat
itu para pejuang Balikpapan menggunakan taktik gerilya untuk melawan Belanda
yang mencoba menguasai kembali Balikpapan. Nah, di jembatan ini kerap kali
pecah pertempuran antara pejuang dan tentara Belanda. Tak pelak, jatuh korban
dari pihak pejuang yang gugur dalam pertempuran dengan tentara Belanda di
jembatan ini.
Setiap usai pertempuran, jembatan ini
selalu penuh dangan bercak darah dari tentara Belanda dan pejuang yang
terluka. Karena itu oleh para pejuang jembatan ini dikenal dengan nama Jembatan
Merah. Jembatan Merah tersebut kini masih ada. Dan setiap harinya dilewati
kendaraan yang melintas dari dan ke kebon sayur
Ketiga, Jembatan merah di Desa
Pulau Tengah, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci ini. Akan tetapi
walaupun jembatan itu dibilang sebagai jembatan merah, namun warna jembatan ini
bukanlah merah melainkan kuning.
Penamaan jembatannya sendiri sebagai jembatan
merah karena dulunya, seperti kedua jembatan merah di atas jembatan ini
dahulunya juga merupakan tempat pertumpahan darah dari pahlawan Kerinci dengan
para penjajah.
Di jembatan itu banyak terjadi
pertempuran karena pada Agresi Militer II tahun 1949, Belanda masuk ke desa
Pulau Tengah dan membuat camp sekitar 50 meter berjarak dari jembatan. Nah, dengan
adanya camp tentara Belanda di dekat jembatan tersebut membuat para petinggi
Belanda menjadikan jembatan itu sebagai tempat untuk mengeksekusi penduduk
Indonesia yang pro dengan republik.
Tentara Belanda tidak memberikan sedikit keringanan
bagi warga Kerinci saat itu, setiap warga yang mau membayar “Tebus Nyawo”, maka
tidak akan dibunuh. Selain sebagai tempat menghabisi nyawa rakyat Indonesia,
jembatan ini juga dimanfaatkan oleh warga dan tentara perlawanan untuk
mengintai para penjajah pada malam hari. Tak sedikit tentara belanda yang
berhasil dibunuh oleh warga di bawah jembatan itu.
Hampir setiap harinya terjadi
pertumpahan darah di jembatan tersebut, sehingga
setelah kemerdekaan pada tahun 1950-an, saat jembatan tersebut dibuat dengan
besi, jembatan ini pun dinamakan jembatan merah. (berbagai sumber)