Sumber foto: wikimapia.org
Jika
Anda sedang di Semarang dan kebetulan suka dengan tempat bersejarah. Tak ada
salahnya jika meluangkan waktu untuk berkunjung ke beberapa tempat bersejarah
yang ada di kota ini. Berbicara soal historisitas, kota yang dijuluki sebagai
kota atlas ini tidak hanya dikenal dengan kota tuanya saja melainkan juga
beberapa bangunan kuno lainnya.
Sebut
saja bangunan hotel Inna Dibya Puri dan Hotel Candi Baru. Dua hotel di semarang ini bisa dikatakan
sudah berdiri sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Walaupun waktu
telah mengikis guratan di setiap sudut bangunannya, namun keduanya sampai
sekarang masih kokoh berdiri. Berikut dua hotel bersejarah di kota Semarang
Hotel
Inna Dibya Puri
Semarang
zaman dulu berbeda dengan sekarang. Dulu saat Indonesia masib bernama Hindia
Belanda, di Semarang hanya ada dua hotel besar, yaitu Hotel Dibya Puri dan
Hotel Jansen. Hotel Jansen sudah terkubur oleh waktu, sedang Hotel Dibya Puri
masih berdiri sampai sekarang. Hotel
yang dibangun pada tahun 1847 ini dulunya merupakan sebuah vila berlantai dua, yang kemudian
disewakan sebagai losmen dan berubah kemudian menjadi hotel dengan nama Du
Paviliun.
Hotel
Inna Dibya Puri mengadopsi gaya arsitektur eropa klasik. Seperti nampak dari
karakteristik beberapa bagian terlihat pilar-pilar besar yang berfungsi sebagai
penyangga. Tentang keindahannya, R.A. Kartini pun pernah menuliskan soal hotel
ini dalam Een Gouverneur Generalsdag. RA
Kartini yang saat itu bersama saudaranya pergi ke Semarang menuliskan
ketakjubannya waktu gapura kehormatan yang bermandikan lampu cahaya di Hotel Du
Pavillon itu tampak. Pandangan itu membuatnya teringat pada dongengan yang
ajaib.
Keindahan
hotel ini pernah sirna oleh konstelasi politik nasional yang terjadi di kota Semarang
. Terlebih lagi saat hotel ini menjadi tempat pertempuran antara para pejuang
kemerdeaan dan penjajah di tahun 1945. Kala itu, masa revolusi fisik pemuda
Semarang terlibat baku tembak dengan para penjajah dalam pertempuran lima hari.
Akibat pertempuran lima hari di Semarang, beberapa bagian bangunan seperti
dinding dan jendela mengalami kerusakan.
Pasca
perang tahun 1945 hotel yang berada di
Jalan Pemuda ini berganti-ganti tangan
pengelola mulai dari Pemerintah Kota Semarang, Departemen Perhubungan dan
Departemen Parawisata. kemudian tahun 1976 diambil alih sepenuhnya oleh
Departemen Keuangan yang bermitra dengan PT Natour mengelola hotel ini dan
mengganti nama Du Pavillon menjadi Inna Dibya Puri. Setelah berganti nama, hotel
masih berfungsi sebagai tempat penginapan. Sampai suatau ketika entah karena
apa, hotel ini bangkrut. Hotel mulai terbengkalai dengan meninggalkan 49 kamar,
2 kamar family, 6 kamar puri suite, 17 kamar moderate, 9 kamar standart, 5
kamar ekonomi AC, dan 10 kamar ekonomi non AC.
Hotel
Candi Baru
Lebih
muda umurnya dibanding hotel diatas, Hotel Candi Baru yang awalnya bernama Hotel
Bellevue ini dibangun pada wal abad ke 20, tepatnya di tahun 1919 dan dimiliki
oleh Van Demen Wars. Kurang jelas apa yang menimpa sang pemilik saat masa
pendudukan berakhir, karena sebuah catatan yang tersimpan di hotel mengatakan
bahwa hotel ini kemudian menjadi milik seseorang berkewarganegaraan Tionghoa. Oleh
sang pemilik Hotel Bellevue dijual pada perusahaan rokok Gentong Gotri di tahun
1971 dan namanya diubah menjadi Hotel Candi Baru.
Letak
hotel dengan gaya arsitektur Rococo dan ornamen ukiran ini berada di kawasan
yang saat zaman penjajahan memang direncanakan dibuat layaknya kawasan hunian
mewah dengan taman tamannya yang hijau dan asri. Candi Baru, kini dengan jalan
utamanya yaitu Jalan Sultan Agung terkenal dengan kawasan elite-nya kota
Semarang. Di kawasan ini juga terdapat
fasilitas-fasilitas yang cukup memadai. Mulai dari restoran bergaya Eropa, Asia
ataupun tradisional; fasilitas pendidikan dari SD-SMA yang bertaraf
internasional; rumah sakit contohnya RS Elizabeth; dan hotel dari melati hingga
bintang 5, seperti Grand Candi Hotel. (berbagai sumber)