Sekilas
mungkin orang tidak akan menyangka apa yang dilihatnya saat di kampung Cipari,
Kecamatan Garut adalah sebuah Masjid. Ya, Masjid Cipari atau Masjiid A-Syuro
ini memang berbeda dengan kebanyakan masjid lainnya di Indonesia. Pasalnya,
bentuk bangunannya mirip dengan sebuah gereja. Selain itu masjid tertua di
Garut ini pun mengadopsi gaya Art Deco yang tak lazim diadopsi oleh sebuah
masjid.
Mungkin dari seluruh wilayah di
Indonesia ini hanya Masjid Cipari dan Masjid Somobito di Mojowamo Mojokerto,
Jawa Timur yang memiliki bentuk mirip gereja. Hanyalah kubah dan menaranya yang menjadi ciri yang
nampak dari bangunan tersebut merupakan masjid.
Menurut catatan sejarahnya , Masjid Cipari
ini bukan hanya masjid yang digunakan untuk ritual ibadah saja, namun pernah menjadi
markas perjuangan dan pusat pergerakan para ulama pejuang. Masjid inilah yang
dipakai para ulama untuk melakukan musyawarah para pejuang kemerdekaan, bahkan menjadi benteng pertahanan dari serangan luar.
Sejarah Perkembangan Masjid Cipari
Tahun
1895 pertama kali masjid ini dibangun di lingkungan pesantren Cipari.
Namun saat itu wujud masjid Cipari tidak
seperti sekarang dan kondisinya masih sangat sederhana. Kemudian sepeninggal
sang pendiri pesantren KH Harmaen, pembangunan
masjid kembali di lakukan di bawah pimpinan anaknya yaitu KH Yusuf Tauziri pada tahun 1933. Pembangunan masjid itu juga di lakukan seiring
dengan kemajuan pesat pesantren da bertambahnya jumlah pesantren.
Nah, selain itu perluasan masjid ini
juga mempunyai kaitan erat dengan situasi
pergerakan nasional karena KH Yusuf
Tauziri merupakan seorang ketua PSII cabang Wanaraja. Selain itu kemajuan pesantren
juga ditunjang oleh dihapuskannya
ordonansi sekolah luar oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 13
Februari 1932 akibat penentangan berbagai organisasi nasional dan Islam,
seperti Budi Utomo, Muhamadiyah, PNI, PSII, dan yang lainnya. Masjid ini pun pernah dipakai untuk Muktamar Sarekat Islam se-Indonesia pada tahun 1933-1934.
Memasuki era perang kemerdekaan, pesantren Cipari memainkan peranannya. Para santri di sana dididik sebagai pejuang, selain belajar ilmu agama karena pesantren ini menjadi salah satu satu pesantren dari organisasi perjuangan Syarikat Islam.
Memasuki era perang kemerdekaan, pesantren Cipari memainkan peranannya. Para santri di sana dididik sebagai pejuang, selain belajar ilmu agama karena pesantren ini menjadi salah satu satu pesantren dari organisasi perjuangan Syarikat Islam.
Masjid ini pun kerap digunakan sebagai tempat untuk latihan
perang, pertahanan, bahkan dapur umum para pejuang kemerdekaan. Saat Agresi belanda
ke-2, dibawah komando KH. Abdul Qudus dan KH. Yusuf Tauzirie, masyarakat di
wilayah Garut timur dipersatukan dalam laskar Hizbullah, yang diantara
angggotanya kemudian menjadi bagian dari tentara Siliwangi.
Nah, pada waktu pemberontakan DI/TII masjid ini sempat
dijadikan tempat pengungsian, perawatan pejuang yang terluka ketika kembali
dari hijrah ke Yogyakarta, tempat perlindungan para pejuang dan keluarganya.
Masjid ini pernah menjadi target
serangan DI/TII, kurang lebih 22 kali mesjid ini diserang oleh DI-TII. Namun,
saking tebal dindingnya yang lebih dari 40 sentimeter, masjid ini bisa bertahan
dan kini masih tegak berdiri dengan kokoh. Lubang-lubang bekas peluru yang
terdapat di jendela menara masjid menjadi saksi bisu serangan tersebut.
Masjid Cipari yang Art Deco
Melihat
bentuk bangunan dari Masjid Cipari ini memang sangat mirip layaknya sebuah
gereja. Bentuk bangunannya memanjang dengan pintu utama yang
terletak di tengah-tengah muka bangunan dus keberadaan menaranya yang terletak di ujung bangunan di atas pintu utama. Dari bentuk dan posisi
menara dan pintu utama tersebut, bangunan ini memang menyerupai sebuah bentuk
bangunan gereja.
Mengenai langgam Art Deco, belum ada
catatan sejarah yang mengatakan mengapa masjid in mengadopsi langgam Art Deco
untuk bangunannya. Langgam Art Deco pada masjid ini tampak dari pengolahan
fasad bangunannya yang berbentuk
geometris. Arsitektur Art Deco yang dilahikan oleh sekelompok arsitek Amsterdam School dari Belanda ini memang memiliki memiliki ciri elemen dekoratif geometris yang tegas dan keras
Pola-pola dekorasi geometris masjid yang
berulang di atas material batu kali memperlihatkan dengan jelas langgam ini.
Selain itu, garis horizontal yang halus pada sisi samping kanan maupun kiri
juga mencirikan langgam yang sama. Bentuk menara dan atapnya yang menyerupai
kubah dengan beberapa element dekorasi pada bagian samping maupun puncaknya
juga mengingatkan pada langgam ini.
Menara masjid berketinggian lebih kurang
20 meter ini menarik perhatian bahkan seperti menjadi eye catcher pada bangunan
masjid. Mungkin sekadar simbol untuk menandai bahwa bagunan ini bukan gereja
melainkan masjid, maka diletakkanlah bulan sabit di ujung menara. Terdapat
beberapa lantai pada interiornya, dengan lantai teratas merupakan ruangan
sempit berlantai pelat baja yang dikelilingi semacam balkon kecil yang juga
daripelat baja.
Dalam ruangan bangunannya terdapat ruang
mihrab berupa penampil yang menempel di dinding arah kiblat. Sementara, ruang
shalatnya pun lebih mirip ruang kelas yang dapat dimasuki dari pintu di sebelah
utara dan selatan atau dari pintu timur yang terletak di antara ruang naik
tangga.
Lokasi Masjid
Batas-batas
mesjid sekarang, di sebelah utara adalah Kampung Pinggirsari dan Kampung
Tegalkiang Kecamatan Sukawening, selatan adalah Kampung Babakan Cipari dan
Kampung Ci Kecamatan Pangatikan, barat adalah Pasar Karangsari Kampung
Cimaragas dan pesawahan Kecamatan Pangatikan, dan sebelah timur adalah sawah
dan makam Kecamatan Sukawening
Cara mencapainya
Masjid
Cipari Wanaraja dapat dicapai dari Terminal Cileunyi Bandung ke Terminal
Ciawitali Garut Kota dengan waktu tempuh ± 1,5 jam. Kemudian menuju lokasi
dengan menggunakan angkutan kota satu kali jurusan Wanaraja sekitar 50 menit
dengan jarak ± 4 Km dari Kecamatan Wanaraja dan ± 12 Km dari ibukota kabupaten.
Selanjutnya dapat dicapai dengan naik ojeg dengan jarak ± 1 km sekitar 5-10
menit. Mesjid Cipari Wanaraja berada di dalam Kampung Babakan Cipari,
Desa Cipari, Kecamatan Pangatikan, pada posisi koordinat: 7º 09’ 171” LS 107º
59’ 764’’ BT. (berbagai sumber)